Anemia hemolitik autoimun adalah suatu kelainan dimana terdapat
antibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan
eritrosit mengalami lisis.
Etiologi
Idiopatik, sampai sekarang
masih belum jelas.
Patofisiologi
Ada 2 mekanisme yang
menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Yaitu aktivasi komplemen dan aktivasi
mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.
·
aktivasi komplemen. Ada dua cara aktivasinya, klasik dan
alternatif. (1) Kalau klasik biasanya diaktifkan oleh antibodi IgM, IgG1, IgG2
dan IgG3. Mulai dari C1, C4, dst hingga C9, nanti ujungnya terbentuklah
kompleks penghancur membran yg terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8 dan beberapa
molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan mengganggu
aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran eritrosit normal akan
terganggu, akhirnya air dan ion masuk, eritrosit jadi bengkak dan ruptur. (2)
Untuk aktivasi alternativ hanya berbeda urutan pengaktivannya, ujungnya ntar
molekul C5b yang akan menghancurkan membran eritrosit.
·
aktivasi mekanisme seluler. Mekanismenya, jika ada eritrosit
yang tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti IgG atau kompemen, namun
tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut, maka ia akan
difagositosis langsung oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses ini dikenal dg
mekanismeimmunoadhearance.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis
seseorang menderita anemia hemolitik, dilakukan pemeriksaan Commb’s Test. Ada
dua cara:
1.
Direct Coomb’s test. Sel eritrosit pasien dibersihkan dari
protein-protein yang melekat, lalu direaksikan dengan antibodi monoklonal
seperti IgG dan komplemen seperti C3d. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya
positif. Berarti IgG atau C3d atau keduanya melekat di eritrosit tersebut.
2.
Indirect Coomb’s test. Serum pasien diambil, direaksikan dengan
sel-sel reagen yaitu sel darah merah yang sudah terstandar. Jika terjadi
aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti ada imunoglobulin di serum tersebut
yang bereaksi dengan sel-sel reagen.
Klasifikasi
Anemia hemolitik autoimun ada dua jenis, tipe hangat dan tipe
dingin.
A. Tipe Hangat
·
Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal
(37 derajat celcius).
·
Manifestasi klinis: gejala tersamar, gejala2 anemia, timbul perlahan,
menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna
gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali, hepatomegali dan
limfadenopati.
·
Pemeriksaan Lab: Coomb’s test direk positif, Hb biasanya
·
Prognosis: hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar
memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Survival 70%.
Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan penyakit
kardiovaskuler. Angka kematian 15-25%.
·
Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika
membaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2)
splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi:
azatioprin 50-200 mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi lain: danazol,
imunoglobulin; (5) tansfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb
<3mg dl="" span="">3mg>
B. Tipe Dingin
·
terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang
memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan
eritrosit dan langsung memicu fagositosis.
·
Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya
Hb:9-12g/dl), sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.
·
pemeriksaan lab: anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes
coomb positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I,
anti-Pr, anti-M dan anti-P.
·
Prognosis:baik, cukup stabil
·
terapi: hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4
mg/hari, dan plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.